Coca Cola Dari Mana

Coca Cola Dari Mana

Rekomendasi konsumsi gula harian

Di dunia, terdapat dua jenis gula yakni gula alami dan juga gula tambahan. Sebagaimana namanya, gula alami merupakan jenis pemanis yang telah ada secara natural terkandung dalam makanan, dan dapat ditemui pada buah-buahan dan juga susu. Sedangkan gula tambahan, merupakan jenis pemanis yang ditambahkan ke dalam makanan atau minuman ketika pemrosesan, seperti pada saat membuat teh ataupun kopi.

Karena merupakan jenis alami dan terbentuk secara alami pula, maka gula alami bisa dikatakan lebih sehat daripada jenis gula tambahan. Meskipun begitu, menurut American Academy of Nutrition and Dietetics, tubuh manusia memperlakukan gula alami dengan gula tambahan sebagai dua hal yang sama, dengan dampak yang sama pula, yakni dapat menyebabkan berat badan bertambah jika dikonsumsi secara berlebihan. Namun tentu saja gula tambahan memiliki dampak yang lebih serius, terutama jika dikonsumsi secara berlebihan, karena dapat menyebabkan obesitas, diabetes, serta penyakit kardiovaskular.

Mengingat dampaknya yang cukup serius, American Heart Association (AHA) merekomendasikan konsumsi gula tambahan sekitar 6 sdt perhari untuk wanita, dan sekitar 9 sdt perhari untuk pria. Adapun untuk anak-anak, konsumsi gula tambahan ini sebaiknya kurang dari 6 sdt perhari. Namun perlu diingat bahwa rekomendasi ini tentu tidak berlaku untuk jenis gula alami seperti yang terdapat pada buah-buahan.

Kandungan gula Coca-cola reguler

Pada Coca-cola reguler, sebagaimana yang tercantum dalam website resminya, terdapat sekitar 10,6 gram gula dalam setiap kandungan 100ml Coca-cola. Itu berarti bahwa pada kemasan kaleng dengan kandungan 330ml, terdapat sekitar 35 gram gula, atau setara dengan 9 sdt gula tambahan. Selain itu, jika dikalkulasikan lagi, untuk kemasan berbentuk botol dengan ukuran 500ml, terdapat sekitar 50 gram gula tambahan, atau sekitar 12 sdt.

Kandungan gula Coke Zero dan Diet Coke

Coke Zero dan Diet Coke dari Coca-cola merupakan beberapa di antara sekian banyak alternatif minuman bersoda yang rendah kalori. Dalam hal ini, varian produk Coke Zero menggunakan pemanis buatan yang diklaim memiliki 0 kalori dan gula. Adapun Diet Coke di satu sisi merupakan jenis minuman bersoda dengan pemanis yang bersifat rendah kalori.

Meskipun terdengar menjanjikan sebagai alternatif pengganti minuman bersoda yang mengandung banyak gula, beberapa penelitian menunjukkan bahwa justru minuman-minuman pengganti ini pada dasarnya lebih kompleks. Dalam hal ini sebuah penelitian secara spesifik mengemukakan bahwa mereka yang mengkonsumsi lebih dari 21 minuman dengan pemanis buatan setiap minggunya memiliki risiko obesitas dua kali lebih besar dibanding mereka yang tidak mengonsumsi jenis minuman tersebut.

Dengan begitu, tentu dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman bersoda rendah kalori bukanlah pilihan yang tepat bagi Anda yang ingin menurunkan berat badan namun tetap ingin mengonsumsi minuman bersoda. Untuk itu, bijaklah dalam menentukan pilihan makanan ataupun minuman yang Anda konsumsi.

Cukup sekian informasi yang dapat tim aido berikan, semoga bermanfaat.

Untuk mengetahui lebih lanjut seputar informasi kesehatan, Anda bisa video call langsung dengan dokter di aplikasi kesehatan Aido Health. Download aplikasi Aido Health di App Store dan Google Play.

Fowler, Sharon P, et al. 2008. Fueling the obesity pandemic? Artificially sweetened beverage use and long term weight gain. Obesity (Silver Spring) June 5. 16(8). doi: 10.1038/oby.2008.284

COCA-COLA Zero Sugar adalah minuman berkarbonasi rasa kola hadir dengan bebas gula dan kalori. Nikmati kesegarannya yang paling enak dengan meminumnya ketika dingin.

AIR BERKARBONASI, PEWARNA ALAMI KARAMEL (KELAS IV), PENGATUR KEASAMAN (ASAM FOSFAT, TRINATRIUM SITRAT), PEMANIS BUATAN (SUKRALOSA, ASESULFAM K), PENGAWET (NATRIUM BENZOAT), KONSENTRAT KOLA, KAFEIN. MENGANDUNG KAFEIN 32MG/SAJIAN. MAKSIMUM KONSUMSI150MG/HARI.

MENGANDUNG PEMANIS BUATAN, DISARANKAN TIDAK DIKONSUMSI OLEH ANAK DI BAWAH 5 (LIMA) TAHUN, IBU HAMIL, DAN IBU MENYUSUI.

Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEPI, sebelumnya bernama Coca-Cola Amatil Indonesia hingga 2021) adalah sebuah perusahaan minuman ringan di Indonesia. CCEPI sebenarnya merupakan nama dagang bagi dua perusahaan milik salah satu pembotol Coca-Cola terbesar di dunia, Coca-Cola Europacific Partners (berbasis di Uxbridge, London, Britania Raya) di Indonesia. Perusahaan tersebut yaitu PT Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI) yang bergerak bidang produksi dan PT Coca-Cola Distribution Indonesia (CCDI) untuk distribusi. CCEPI memiliki 8 pabrik pembotolan yang ada di Sumatra, Jawa dan Bali serta mempekerjakan 5.200 karyawan.[1] Sedangkan kantor pusatnya ada di Gedung South Quarter Tower C, Lt. 22, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

CCEPI memproduksi dan memasarkan minuman berkarbonasi dengan merek Coca-Cola, Fanta dan Sprite, minuman sari buah dengan merek Minute Maid, minuman susu dengan merek Nutriboost, minuman teh dengan merek Frestea, dan air mineral dengan merek Ades.

Di samping dua perusahaan di bawah CCEPI, ada juga PT Coca-Cola Indonesia sebagai anak usaha langsung The Coca-Cola Company (berbasis di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat). Kantornya bertempat tidak jauh dari CCEPI, yaitu di Gedung South Quarter Tower B, Penthouse Floor, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Coca-Cola pertama kali hadir di Hindia Belanda pada tahun 1927, masih diimpor utuh dalam kemasan botol oleh seorang insinyur Belanda bernama Bernie Konings.[2] Kemudian pada tahun 1932 mulai diproduksi massal oleh De Nederlands-Indische Mineral Water Fabriek (Pabrik Air Mineral Hindia Belanda) di Jl. Pos Utara,[3] Pasar Baru, Batavia, yang dimiliki seorang Belanda.[4] Selama Perang Dunia II, ketika Hindia Belanda diduduki Jepang, produksi Coca-Cola dalam negeri otomatis lumpuh total.[5] Pabrik tersebut diambilalih perusahaan Jepang bernama Kumesei Goshi Kaisha, namun kemudian direbut oleh pejuang kemerdekaan pada Oktober 1945.[6]

Sesudah kemerdekaan Indonesia, didirikan perusahaan pembotol baru Coca-Cola di Indonesia dengan nama NV Indonesian Bottlers Ltd. (IBL) oleh Bernie Konings, M. Tabrani, Aminoedin Pohan, T.S.G. Mulia serta Gouw Hoan Giok dan istri pada 7 Maret 1953.[2] Menggunakan pabrik lama yang berlokasi di Pasar Baru, peresmiannya dilakukan pada pertengahan 1954[3] dan memproduksi 1.000-1.500 krat Coca-Cola setiap harinya, dengan mempekerjakan 25 orang yang dibantu oleh 3-7 truk untuk pendistribusian.[5] Adapun saham Konings dilepas di tahun 1957 sehingga kepemilikannya 100% dipegang WNI. Meskipun demikian, kondisi ekonomi-politik era Orde Lama membuat kinerja perusahaan ini tersendat-sendat,[2] terutama ketika pemerintah saat itu menggalakkan sikap anti-Barat di masyarakat yang membuat produksinya terhenti di tahun 1964-1965.[4] Belakangan IBL dimiliki oleh T.H. Ticoalu, Tatang Nana dan Harry Handojo.[5]

Pada Mei 1970[7] NV IBL membentuk perusahaan patungan dengan tiga perusahaan Jepang, Mitsui Co. Ltd., Mikuni Coca-Cola Bottling Co. dan Mitsui Toatsu Chemicals Inc. (40%-60%) dengan nama PT Djaya Beverages Bottling Company[2] sebagai perusahaan pembotolan modern Coca-Cola pertama di Indonesia.[8] Perusahaan tersebut kemudian mendirikan pabrik baru yang berlokasi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat dengan biaya US$ 1,8 juta,[9] dengan produksi pertamanya keluar pada 12 April 1971[10] dan diresmikan pada 11 September 1971.[11] Di tahun itu juga, merek Sprite mulai dipasarkan yang disusul Fanta di tahun 1973. Secara berturut-turut, kemudian sejumlah perusahaan memperoleh lisensi produksi Coca-Cola di beberapa daerah, meliputi:

Pabriknya di Cempaka Putih tercatat sempat diserang massa pada peristiwa Malari.[17]

Adapun The Coca-Cola Company, Amerika Serikat sendiri juga mendirikan cabangnya di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama PT Coca-Cola Indonesia (CCI)[21] yang sampai saat ini masih berdiri. Perusahaan ini tidak memproduksi Coca-Cola secara langsung, melainkan mensupervisi produksi Coca-Cola di pabrik-pabrik pembotolnya dan menyuplai bahan baku Coca-Cola.[2] Di tahun 1977, PT CCI mendirikan sebuah pabrik Commercial Support Supply (CPS) yang berlokasi di Cilangkap, Depok[22] untuk memenuhi pasokan sirup konsentrat Coca-Cola untuk pabrik pembotolan di Indonesia. CPS kemudian juga mengekspor produknya ke negara-negara tetangga seperti Singapura, Australia, Selandia Baru, Kamboja, Vietnam, dan Thailand.[5] Namun belakangan konsentrat Coca-Cola untuk pabrik pembotolannya juga diimpor dari negara lain seperti Puerto Riko.[23]

Pada tahun 1991, Coca-Cola Amatil (CCA, perusahaan pembotol Coca-Cola yang berbasis di Sydney, Australia) mulai mengakuisisi pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia. Dimulai dari perusahaan-perusahaan pembotol di bawah Partogius Hutabarat (Pan System) dan Edi Kowara (Teknik Umum) yang dikonsolidasikan menjadi dua perusahaan, yaitu PT Coca-Cola Pan Java Bottling Company dan PT Coca-Cola Tirtalina Bottling Company. Dalam masing-masing perusahaan ini CCA memiliki 49% saham dan sisanya pemilik lama.[14][13] Pada 6 Oktober 1993, menyusul 90% saham PT Djaya Beverages Bottling Company yang diakuisisi CCA,[24] dan dua tahun kemudian, CCA sudah memiliki 100% saham PT Djaya Beverages dan 90% saham di PT Coca-Cola Pan Java serta PT Coca-Cola Tirtalina.[25] Hal ini membuat CCA menguasai 10 dari 11 pabrik Coca-Cola di Indonesia, kecuali PT Bangun Wenang.[5]

Pada 25 Juni 1997, PT Coca-Cola Amatil Indonesia Bottling didirikan dan meresmikan pabrik barunya yang didirikan di atas area seluas 22 hektar di Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang merupakan pabrik terbesar dan tercanggih di Indonesia.

Pada 1 Januari 2000, tiga perusahaan pemegang lisensi produksi Coca-Cola milik CCA di Indonesia dikonsolidasikan menjadi PT Coca-Cola Amatil Indonesia Bottling, yang kemudian di tanggal 1 Juli 2002 berganti nama menjadi PT Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI).[18] Selain perusahaan ini, ada juga PT Coca-Cola Distribution Indonesia (CCDI, d/h PT Coca-Cola Amatil Indonesia) sebagai perusahaan distributor,[26] yang sebenarnya juga merupakan hasil konsolidasi dengan sejumlah distributor seperti PT Coca-Cola Banyu Argo,[27] PT Coca-Cola Kendali Sodo[28] dan PT Enam Sekawan. Kedua perusahaan ini (CCBI dan CCDI) dikenal dengan nama dagang Coca-Cola Amatil Indonesia. Pada tahun 2016, pemegang lisensi produsen Coca-Cola terakhir di Indonesia yang ada di luar CCA, PT Bangun Wenang dicabut oleh Coca-Cola di AS.[29]

Selain dalam kemasan botol, sejak tahun 1986 Coca-Cola dipasarkan dalam kemasan kaleng dengan produk Diet Coke dan sejak tahun 1996 dalam kemasan botol plastik PET oleh Coca-Cola Amatil Indonesia. Pada tahun 2002, Frestea mulai diperkenalkan dan CCAI juga mengakuisisi merek air minum dalam kemasan, Ades. Merek Minute Maid dan Coke Zero mulai dipasarkan pada tahun 2008, Ades dijual dalam kemasan botol plastik ramah lingkungan pada tahun 2011, dan terakhir, merek Nutriboost dipasarkan tahun 2013.[5] Merek lain yang dipasarkan Coca-Cola di Indonesia adalah A&W Root Beer (root beer) dan Schweppes (air soda).[30] Coca-Cola juga pernah mengedarkan minuman Hi-C (teh botol), Krest (minuman ringan air soda), Bonaqa (air minum),[13] Sunfill (sirup),[31] Barq's (root beer),[32] Aquarius dan Powerade (minuman isotonik).[2]

Pada tanggal 10 Mei 2021, Coca-Cola Amatil Indonesia berganti nama menjadi Coca-Cola Europacific Partners Indonesia seiring dengan penggabungan Coca-Cola Amatil dengan Coca-Cola European Partners[33] menjadi Coca-Cola Europacific Partners.

Pada tahun 2014, PT Coca-Cola Bottling Indonesia sempat tersangkut kasus dugaan pencurian air. Hal ini karena sejak 2011, meskipun Surat Izin Penggunaan Air-nya ditolak, Coca-Cola tetap mengambil air dari sejumlah sumur mata air di Sumedang tanpa izin.[34] PT CCBI tercatat sempat ditetapkan menjadi tersangka korporasi dalam kasus ini,[35] meskipun pihak CCBI membantahnya[36] dan kasus ini kemudian tidak jelas akhirnya.

Di tahun yang sama, PT Coca-Cola Indonesia (anak usaha The Coca-Cola Company, tidak berhubungan langsung dengan CCBI) dituduh tersangkut kasus pajak iklan dari tahun 2002-2006 senilai Rp 566 miliar.[37] Isu lain yang beberapa kali menjangkit operasi Coca-Cola di Indonesia adalah isu perburuhan.[38]

Thức uống có ga sảng khoái, với vị Cola đặc trưng và chút caffein; giúp bạn không chỉ cảm thấy thật sảng khoái mà còn làm những giây phút nghỉ ngơi, những bữa ăn thêm hứng khởi. Cho bạn thêm lựa chọn với dòng sản phẩm không đường, không calorie.

Minuman berkarbonasi rasa Kola, enak dan menyegarkan

Berapa kandungan gula coca-cola?

Coca-cola merupakan salah satu jenis minuman bersoda yang banyak digemari dan oleh karenanya banyak pula dikonsumsi, terutama karena merk yang satu ini sudah cukup terkenal di seluruh dunia. Coca-cola dalam hal ini memiliki beberapa varian produk yang cukup populer mulai dari Coca-cola reguler, Coke Zero dan Diet Coke yang diklaim cocok untuk mereka yang sedang dalam program diet kalori rendah. Lantas berapa banyak kandungan gula Coca-cola dari berbagai jenis produk tersebut.

Menyediakan pilihan Nol Kalori untuk konsumen

Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2150 kkal. Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.

___________________________________________________________

AIR BERKARBONASI, GULA, PEWARNA ALAMI KARAMEL (KELAS IV), PENGATUR KEASAMAN (ASAM FOSFAT), KONSENTRAT KOLA, KAFEIN. MENGANDUNG KAFEIN 24 MG/SAJIAN. MAKSIMUM KONSUMSI 150 MG/HARI.

Apakah Anda penggemar minuman bersoda? Jika iya, pernahkah Anda bertanya mengenai seberapa banyak kandungan gula coca-cola? Minuman bersoda memang merupakan salah satu jenis minuman yang cukup unik dan menarik, dan oleh karenanya banyak digemari oleh sebagian besar kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Meskipun begitu, dibalik keunikan dan rasanya yang menyegarkan ini, minuman bersoda menyimpan kandungan gula yang cukup tinggi.

Lantas, berapa banyak kandungan gula coca-cola? Dan apakah kandungan yang terdapat di dalamnya bisa dikatakan aman untuk dikonsumsi setiap hari? Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu berapa batas konsumsi gula harian yang bisa dikonsumsi.